Belajar Kebangsaan dari K.H. Hasyim Asy’ari Pendiri NU
Belajar Kebangsaan dari K.H. Hasyim Asy’ari Pendiri NU
Siapa yang tidak kenal dengan K.H. Hasyim Asy’ari? Seorang ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama. K.H. Hasyim Asy’ari merupakan seorang kiai, tokoh agama, tokoh bangsa, guru bangsa dan benar-benar panutan yang luar biasa tidak hanya bagi agama Islam namun juga bagi bangsa Indonesia.
Meskipun saat mendekati kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945 kiai Hasyim Asy’ari sudah berusia 70 tahun lebih, tetapi semangat besarnya sebagai seorang kiai dan seorang guru bangsa tidak pernah pudar.
Banyak orang yang tidak tahu bahwa, ketika meletus perang 10 November di Surabaya yang dipimpin oleh Bung Tomo merupakan semangat jihad yang dilahirkan K.H. Hasyim Asy’ari. di mana beliau menyampaikan langsung kepada Ir. Soekarno saat itu di Pesantren Tebuireng. Pada kesempatan itulah kiai Hasyim Asy’ari menggagas tentang sebuah konsep yang kita kenal dengan revolusi jihad. Adanya revolusi jihad ini yang menjadi pencetus awal kali mengapa NKRI menjadi harga mati.
K.H. Hasyim Asy’ari merupakan seorang kakek dari presiden keempat Indonesia yakni K.H. Abdurrahman Wahid atau yang biasa kita kenal sebagai Gus Dur. Gus Dur merupakan seorang pembaharu, seorang tokoh revolusi fiqih dalam Islam di Indonesia. Juga seorang presiden yang benar-benar memperjuangkan kemanusiaan, sampai-sampai di makam almarhum dituliskan di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan.
Kalau kita belajar dari K.H. Hasyim Asy’ari, mustahil jika kita tidak belajar dari karya-karya beliau yang diterbitkan melalui buku beliau. Buku beliau yang paling terkenal adalah Risalah Ahlush sunah Wal jemaah. Dalam buku ini K.H. Hasyim Asy’ari menjelaskan tentang beberapa permasalahan aliran Islam di Indonesia. Yang paling fenomenal adalah fatwa K.H. Hasyim Asy’ari tentang Syiah dan aliran Wa’datul Wujud yang diklaim beliau sebagai aliran sesat yang menyesatkan.
Bukan nasionalis sejati namanya jika kita tidak pernah dan tidak mau belajar dari K.H. Hasyim Asy’ari, karena kita ketahui bersama peran besar beliau dalam mewujudkan kemerdekaan di Indonesia.
Dari sisi seorang kiai, K.H. Hasyim Asy’ari memberantas aliran-aliran Islam yang jalan berpikir organisasinya di luar ajaran Islam Ahlush sunah Wal jemaah tanpa kekerasan. K.H. Hasyim Asy’ari memerangi aliran-aliran sesat yang tersebar di tanah Jawa secara khusus dan di tanah Nusantara secara umum tanpa mengunakan kekerasan, cacian, makian, celaan tetapi menggunakan sebuah karya sebagai simbol perlawanan. Dari sisi seorang kiai. K.H. Hasyim Asy’ari banyak mengeluarkan buku-buku untuk menjaga Islam di tanah air Indonesia.
K.H. Hasyim Asy’ari merupakan hadratussyaikh pengagum besar 4 Imam mazhab meskipun secara prakteknya K.H. Hasyim Asy’ari merupakan seorang penganut mazhab Syafi’i. Coba kita hubungkan jiwa nasionalis K.H. Hasyim Asy’ari dengan kondisi yang mengaku sebagai kiai saat ini?
Kiai saat ini banyak yang masuk dunia politik tetapi akhirnya melupakan perjuangan awalnya sebagai seorang nasionalis sejati. Yang ada menjadikan gelar kiai untuk meraih popularitas, kemudian meraih kekuasaan dan akhirnya terjebak dengan materialisme duniawi yang sebenarnya itu harus dilawan dalam Islam. Padahal sebagai seorang ulama Nasional seharusnya menjadi contoh yang baik sebagai seorang pejuang NKRI. Agama dijadikan lahan perjuangan untuk memperjuangkan pilihan politiknya, berbanding terbalik dengan K.H. Hasyim Asy’ari yang memahami betul bahwa Al-Qur’an adalah kitab segala kehidupan yang didalamnya termasuk politik. Jadi tidak menjadikan Islam sebagai alat untuk kepentingan politiknya, tetapi menjadikan kitab suci sebagai jalan hidupnya.
Sebagai panutan umat, banyak kiai yang membela alirannya dan kepentingannya tetapi tidak berpikiran luas seperti K.H. Hasyim Asy’ari. Entah karena pengetahuan mereka yang sangat terbatas tidak seluas K.H. Hasyim Asy’ari atau karena mereka terlalu fanatik buta sehingga amat mudah menyanjung tinggi organisasi Islam miliknya dan begitu mudah mencela organisasi Islam lain di luar golongannya. Hal-hal kecil di negara ini terkadang terlalu dibesarkan untuk menjadi sebuah masalah. Masalah Khunud saja, arus bawah NU dan Muhammadiyah masih berdebat hebat mereka yang paling benar. Padahal jika mereka tahu bahwa K.H. Hasyim Asy’ari merupakan seorang Syafi’iyah dan penggemar 4 Imam mazhab tentunya mereka akan malu jika perdebatan kecil seperti qunud diperdebatkan secara massif.
Apa yang dapat kita petik dari perjalanan hidup K.H. Hasyim Asy’ari sebagai seorang pahlawan Nasional dan sebagai seorang kiai?
-
Seorang kiai hukumnya wajib menjadi sosok nasionalis, dan wajib membela NKRI sampai titik darah penghabisan. Menjadikan NKRI sebagai lahan jihad yang bisa meraih kehidupan akhirat karena kecintaan kita pada tanah air Indonesia dan siap membela sampai titik darah penghabisan.
-
Seorang kiai dalam menyikapi perbedaan pandangan/cara berpikir dengan kiai lain tidak lantas saling menghujat atau mencaci-maki. Seharusnya sebagai seorang kiai jika terjadi sebuah perbedaan adalah perang karya, mengeluarkan sebuah karya yang bisa digunakan untuk membangun umat bukan malah memecah-belah umat sesuai kepentingan kiai atau organisasi kiai yang dia bela.
Banyak kiai sekarang yang sudah menyimpang dari perjalanan garis juang Hadratus Syeh K.H. Hasyim Asy’ari. Banyak kiai yang sudah lupa bahwa NKRI merupakan kesatuan yang wajib kita bela sampai mati.
Banyak kiai sekarang yang sudah menyimpang dari jalan hidup K.H. Hasyim Asy’ari sebagai seorang ulama yang menjaga umat dalam garis aqidah Islam, tetapi ulama sekarang sibuk mencaci-maki sehingga lupa dengan fungsinya sebagai seorang ulama. Padahal tidak ada satupun ulama sekarang yang secara peran besar sumbangsih juang dan sumbangsih pemikirannya mengalahkan karya dari hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari.
Sumber Detik News : https://news.detik.com/berita/d-5219330/sejarah-kh-hasyim-asyari-penggagas-resolusi-jihad-yang-jadi-hari-santri
Terima kasih